Focus Group Discussion “The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction: Indonesia’s Road to Accession”.

Tanggal 7 Mei 2015, pengurus PerCa Indonesia diundang sebagai salah satu peserta dalam Focus Group Discussion bertajuk “The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction: Indonesia’s Road to Accession”. FGD digelar oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Sentral. Upaya ini dilakukan, untuk mengembangkan dialog antar instansi pemerintahan dan para pemangku kepentingan, dalam rangka aksesi Indonesia untuk menjadi salah satu Negara penanda tangan Konvensi The Hague ini.

Realitas meningkatnya pelaku perkawinan campuran di Indonesia, yakni ikatan perkawinan antara WNI da WNA merupakan bagian dari globalisasi dan meningkatnya people to people contact. Realita ini juga makin memicu potensi hukum apabila terjadi perceraian, yakni tindakan “penculikan”, atau perpindahan yang tidak wajar, atau “wrongfully removing children from their habitual residence ”. Disebut dengan “penculikan”, karena salah satu orang tua menghilangkan/merebut/membawa anak dari satu lokasi ke lokasi lain yang tidak diketahui oleh pihak lainnya, yang bertujuan untuk menyangkal hak asuh atau kunjungan dari orang tua yang lain. Instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai International Child Abduction adalah The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980. The Hague Convention mengembangkan “upaya rehabilitasi” dalam kasus-kasus ini, dari perspektif hukum sipil.

Dalam Mukadimah Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction, Negara penandatangan dengan tegas menyatakan bahwa dalam hal pemeliharaan anak, kepentingan anak merupakan hal yang utama. Konvensi ini dimaksudkan untuk melindungi anak-anak secara international dari pengaruh yang membahayakan karena pemindahan atau penguasaan mereka secara melawan hukum, dan menciptakan tata cara yang menjamin pengembalian mereka ke Negara dimana mereka mempunyai kediaman sehari-hari serta menjamin dilindunginya hak kunjung. Indonesia hingga saat ini belum menjadi Negara pihak pada Konvensi ini, serta belum memiliki instrumen hukum nasional maupun internasional (bilateral agreement) dengan Negara lain, terkait dengan international child abduction.

Dalam FGD ini, dijelaskan secara gamblang latar belakang dan aspek-aspek hukum sipil, terkait mekanisme Konvensi, oleh Mr. Anselmo Reyes (Representative Hague Conference on Private International Law, Asia Pacific Regional Office). Dilanjutkan dengan pemaparan tentang Kasus-kasus Penculikan oleh Orang Tua di Indonesia serta aspek hukum yang berlaku di Indonesia oleh Ibu Putu Elvina (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). FGD mendengarkan pemaparan pengalaman Amerika Serikat dalam melaksanakan The Hague Convention, yang disampaikan oleh perwakilan dari Office of Children Issues, Department of State, USA. Selanjutnya dibahas pula Urgensi Indonesia dalam Mengaksesi The Hague Convention, yang dibawakan oleh Prof. Zulfa Joko Basuki dari Universitas Indonesia. Seluruh sesi dimoderatori oleh Bapak Cahyo Rahadian Muzhar, Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Sentral, Ditjen AHU, Kemenhukham RI.

sumber: Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, Kemenhukham RI

X