Jakarta, 27 Januari 2021
Post-Event Summary
Talkshow/Lingkar Diskusi
Masyarakat Perkawinan Campur (PerCa) Indonesia
Prinsip Permberdayaan Perempuan
Mensosialisasikan Prinsip Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dalam Dunia Kerja, Bisnis dan Kemasyarakatan
Sebagai bentuk kerjasama dengan UN Women dan Partneship-ID, Perkumpulan Perkawinan Campuran Indonesia (Perca Indonesia) menyelenggarakan diskusi virtual mengenai “Prinsip Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Dunia Kerja, Bisnis dan Kemasyarakatan” pada Rabu, 27 Januari 2021 pukul 14-16 WIB, yang diikuti oleh 79 anggota PerCa.
Diskusi ini merupakan bentuk pembelajaran dan pemberdayaan bagi anggota PerCa untuk peningkatan kesadaran akan kesetaraan gender dalam kebijakan perusahaannya. Dalam kesempatan ini, UN Women dan Partnership-ID memperkenalkan tujuh prinsip pemberdayaan perempuan dan mengajak anggota PerCa yang berkecimpung di dunia usaha untuk ikut serta menjadi pendukung prinsip-prinsip ini dengan menandatangani ketujuh prinsip tersebut.
Juliani Luthan, Ketua Umum PerCa Indonesia menyatakan anggota PerCa yang memiliki usaha kemungkinan sudah menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan perempuan dalam bidang usahanya masing-masing. Namun dengan informasi dan panduan yang tepat, penerapan prinsip-prinsip ini dapat dilakukan secara sistematis dan maksimal. Menurutnya, anggota PerCa sudah berperan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Sekitar 40 persen dari anggota PerCa adalah pengusaha, pembuka lapangan kerja, penarik investasi, penggerak ekonomi dan pembayar pajak di negara ini. Perkumpulan PerCa Indonesia belum menggali lebih dalam potensi peran lain dari anggotanya sebagai pelaku usaha dan penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia”.
Perca Indonesia menghadirkan dua narasumber yaitu Ananta Gondomono, konsultan Partneship-ID dan Ira Guntur, COO Global Creative Media Group. Ananta menginformasikan konsep prinsip pemberdayaan perempuan dikembangkan oleh UN Women dan UN Global Compact Office yang merupakan tujuh panduan bagi perusahaan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender di tempat kerja, kegiatan usaha, dan komunitas.
Ketujuh prinsip pemberdayaan perempuan adalah 1) kesetaraan gender di tingkat kepemimpinan perusahaan; 2) kesetaraan perlakuan terhadap pekerja perempuan dan laki-laki ditempat kerja; 3) menjamin keselamatan dan kesejahteraan semua pekerja; 4) mendorong pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesi bagi perempuan; 5) menjalankan pengembangan usaha, rantai pasokan, dan praktik pemasaran yang memberdayakan perempuan; 6) mempromosikan kesetaraan melalui komunikasi dan advokasi; 7) mengukur dan melaporkan kemajuan dalam kesetaraan gender.
Ananta menambahkan, dengan menerapkan ketujuh prinsip ini, perusahaan dapat memperoleh manfaat dari aspek bisnis seperti menaikkan reputasi perusahaan, mempertahankan pelanggan dan menarik pelanggan baru, peningkatan loyalitas karyawan, memperkuat hubungan kerja dan untuk mendukung pencapaian SDGs. Selain itu manfaat secara langsung bagi perusahaan adalah endorsement dari UN Women dan akan dicantumkan pada situs UN Women; akses terhadap informasi dan pelatihan kesetaraan gender, peluang mengikuti WEPs Award, dan membantu perusahaan mengukur posisinya dalam upaya keseteran gender.
Ira Guntur dari Global Creative Media Group, mengatakan konsep pemberdayaan perempuan bukan sesuatu yang baru bagi group ini. Perusahaan sudah bergabung menjadi signatory prinsip pemberdayaan perempuan. Perusahaan yang bergerak di media ini memilki pekerja perempuan di semua tingkat managemen. Fokus dari perusahaan adalah memajukan perempuan Indonesia melalui artikel-artikel, konten media dan acara-acaranya untuk peningkatan karir perempuan dan kewiraswastaannya. Ira menambahkan, saat ini yang perusahaan lakukan adalah menyebarluaskan pengalaman dalam mempraktikan kesetaraan gender dalam perusahaan.
Dalam diskusi ini, PerCa juga menghadirkan lima anggotanya yang juga pelaku usaha dan sudah melakukan upaya-upaya pemberdayaan perempuan dalam usahanya. Lassi Filgo, Direktur Perusahaan Jasa Keamanan di Jakarta menempatkan mayoritas petugas keamanan laki-laki dilapangan, sedangkan untuk petugas keamanan perempuan ditempatkan di gedung-gedung dengan pertimbangan keselamatan perempuan. Setelah dua tahun menduduki posisi ini, perusahaan mengalami kemajuan. Iva Nielsen (Koordinator PerCa Jawa Tengah), CEO perusahaan furniture di Semarang memberikan dukungan yang setara dengan menyediakan pelatihan bagi pekerja laki-laki dan perempuan. Melany Dian (Pengurus PerCa Bali), pengusaha di bidang Pariwisata di Bali dan usaha pertambangan di Kalimantan mengajak pekerjanya untuk menanamkan pola pikir baik pekerja laki-laki dan perempuan bahwa dengan kemauan dan kerja keras, pekerjaan apapun bisa dilakukan.
Ace Robin (Pengurus PerCa Lombok), pengusaha art and craft dari Lombok memiliki 800 pengrajin perempuan. Memajukan kesejahteraan perempuan merupakan prioritas usahanya. Dengan berbagai prestasi yang diraih, Ace juga membantu perempuan pengrajin untuk menjaga kesehatan reproduksi dengan memberikan pemeriksaan berkala secara gratis dalam upaya pencegahan penyakit kanker rahim. Diana Pardamean (Anggotta PerCa Sumatera Utara), pengusaha jasa travel, penginapan dan eco-restoran di Medan memiliki pekerja yang didominasi perempuan, memprioritaskan pemberdayaan perempuan dengan pemberian pelatihan kepemimpinan, memberikan jaminan sesehatan dan keselamatan yang setara bagi semua pekerja, dan menyesuaikan jam kerja pekerja laki-laki dengan perempuan dimasa pandemi agar dapat membantu anak-anak pekerja melakukan sekolah virtual.
Tentunya hal ini tidak selalu mudah dilakukan. Budaya patriarki, pola pikir masyarakat terhadap peran laki-laki dan perempuan, dukungan berbagai pihak, dan nature of the business (pertambangan dan keamanan biasanya dianggap sebagai dunia kerja laki-laki) merupakan bentuk-bentuk tantangan yang dihadapi oleh kelima anggota PerCa ini. Lassi yang dipandang sebelah mata oleh mitra-mitra perusahaan, dan para pekerja laki-laki yang kadang tidak menghormatinya sebagai pimpinan perusahaan. Kemampuan pekerja perempuan di anggap remeh oleh pekerja laki-laki di perusahaan Iva. Sedangkan, Ace menghadapi penolakan oleh masyarakat atau suami dari pekerja perempuan pengrajin untuk diperiksakan kesehatannya, sehingga mereka lebih rentan terkena penyakit kanker. Hadiana mengalami tantangan dengan banyaknya piha-pihak yang tidak mendukung kelancaran usahanya. Melani menghadapi pola pikir pekerjanya tentang apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Kegiatan ini disambut dengan baik oleh anggota PerCa dan menyadari pentingnya pemberdayaan perempuan dalam dunia usaha dan kerja. Selain itu, diskusi ini juga sejalan dengan tujuan perkumpulan PerCa untuk peningkatan kualitas diri anggotanya melalui kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan.