LATAR BELAKANG DIPERLUKANNYA PERJANJIAN KAWIN PASCA PERKAWINAN
PASAL 21 AYAT 1 DAN 3 UUPA NOMOR 5 TAHUN 1960
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Putusan Mahkamah Konstitusi tertanggal 21 Maret 2016 nomor 69/PUU-XIII/2015 terkait gugatan yang diajukan oleh Ny. Ike Farida terhadap beberapa pasal di dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) dan Pasal 29 dan 35 UU Nomor 1 Tahun 1974.
Adanya perubahan ketentuan Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut, maka terdapat beberapa perubahan yang terjadi terkait perjanjian perkawinan, yaitu:
- Perjanjian perkawinan yang semula hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perjanjian perkawinan, sekarang dapat juga dibuat sepanjang perkawinan;
- Perjanjian perkawinan yang semula berlaku terhitung sejak perkawinan dilangsungkan, sekarang dapat juga berlaku mulai saat yang diperjanjikan oleh suami isteri;
- Perjanjian perkawinan yang semula hanya dapat diubah oleh kedua belah pihak, sekarang disamping dapat diubah, juga dapat dicabut oleh kedua belah pihak sepanjang ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut dari kedua belah pihak dan perubahan atau pencabutan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.”
Perjanjian Perkawinan Dapat Dibuat Sepanjang Perkawinan Suami Isteri
Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka pasangan suami isteri, yang sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan tidak membuat perjanjian perkawinan, jika mereka ingin membuat perjanjian perkawinan sepanjang perkawinan mereka tidak lagi harus meminta penetapan pengadilan untuk keperluan pembuatan perjanjian perkawinan tersebut, seperti yang telah beberapa kali terjadi. Mereka yang ingin membuat perjanjian perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut di hadapan Notaris.
Bentuk perjanjian Perkawinan
Agar Warga Negara Indonesia yang melangsungkan perkawinan dengan Warga Negara Asing dapat tetap membeli tanah dengan status Hak Milik atau Hak Guna Bangunan (HGB) di dalam perkawinan mereka, maka bentuk perjanjian perkawinan yang dibuat adalah perjanjian perkawinan diluar persekutuan harta benda atau perjanjian perkawinan harta terpisah berupa apapun juga.
Pembuatan Perjanjian Perkawinan Sepanjang Perkawinan Tidak Boleh Merugikan Pihak Ketiga
Bagaimana caranya kita dapat mengetahui adanya pihak ketiga yang dirugikan terkait dengan pembuatan perjanjian perkawinan. Hal ini dikarenakan Putusan Mahkamah konstitusi maupun UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur hal tersebut. UU Nomor 1 Tahun 1974 hanya menentukan bahwa apabila perjanjian perkawinan tersebut telah disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan maka perjanjian perkawinan tersebut mengikat pihak ketiga.
Untuk melindungi kepentingan pihak ketiga tersebut sudah seharusnya terdapat tata cara yang harus ditempuh agar pihak ketiga diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami isteri sepanjang perkawinan yang ternyata merugikan dirinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, sepanjang belum diatur tata cara tersebut, maka sebaiknya para notaris berhati-hati di dalam melayani permintaan pembuatan akta perjanjian perkawinan tersebut, agar jangan sampai akta perjanjian perkawinan yang dibuatnya menimbulkan permasalahan atau sengketa dikemudian hari karena adanya gugatan dari pihak ketiga yang dirugikan atau dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut.
Mulai Berlakunya Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Sepanjang Perkawinan
Jika kita melihat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka jelas bahwa terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan juga berlaku terhitung sejak perkawinan dilangsungkan (berlaku surut), kecuali ditentukan lain di dalam perjanjian perkawinan yang bersangkutan. Pasal 29 UU Perkawinan yang berbunyi “Perjanjian perkawinan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan” menurut Mahkamah Konstitusi harus dimaknai bahwa berbunyi “Perjanjian perkawinan mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.”
Permasalahan yang timbul apabila perjanjian perkawinan mulai berlaku terhitung sejak perkawinan dilangsungkan adalah apakah perjanjian perkawinan tersebut demi hukum mengubah status hukum yang ada sebelum dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut, apakah harta yang semula merupakan harta bersama (harta gono gini) suami isteri, dengan dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut berubah menjadi harta pribadi milik suami atau isteri yang memperoleh harta tersebut. Jika memang benar demikian, maka akan timbul permasalahan, apakah suami isteri dapat melakukan pembagian dan pemisahan harta dalam perkawinan tanpa terlebih dahulu meminta penetapan pengadilan. Permasalahan berikutnya terkait hal tersebut adalah apakah adanya perubahan status harta tersebut tidak merugikan pihak ketiga.
Pencatatan Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Sepanjang Perkawinan
- Sebagaimana telah diuraikan diatas, dengan berlakunyan UU Nomor 1 Tahun 1974, pencatatan perjanjian perkawinan tidak lagi dilakukan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri. Pencatatan perjanjian perkawinan dilakukan di Kantor Pegawai Pencatatan Perkawinan, yaitu di Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama, demikian pula halnya terhadap perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan.
- Berkaitan dengan pencatatan perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan:
- Pencatatan di Catatan Sipil (dasar hukum: Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil No. 472.2/5876/DUKCAPIL tanggal 19 Mei 2017
- Pencatatan di KUA (dasar hukum: Surat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. B.2674/DJ.III/KW.00/9/2017 tanggal 28 September 2017
*Materi yang disampaikan oleh Notaris Elizabeth Karina Leonita dalam Lingkar Diskusi PerCa Indonesia – PERJANJIAN KAWIN, BERDASARKAN HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI NKRI